Monday, November 17, 2014

Tentang Nama

(Peringatan untuk teman-teman :
posting ini bersifat selfie dan rohani)

Papa dan mama saya bukan orang yang senang cari nama
Akibatnya, saya dinamai oleh pendeta dari gereja ,
dan adik saya, Michael, dinamai oleh Oom saya.
Suami saya juga sama, tidak senang cari nama.
Jadi ketiga anak kami, semuanya saya yang kasih nama.

Untung mereka bukan Adam (manusia pertama)
yang ditugaskan memberi nama
kepada semua binatang di Taman Eden.
Bisa garing mereka, kalo harus cari nama.
Lain dengan saya, saya senang sekali cari nama.

Saya sendiri tidak terlalu ngeh dengan arti nama saya.
Pokoknya yah, nama saya Tirsa,
dengar-dengar adalah nama sebuah kota di Alkitab.

Sampai sekitar lima tahun yang lalu
saya ketemu dengan seorang pendeta
yang juga punya anak yang bernama Tirzah,
lain ejaannya tapi artinya sama.

" Oh kamu namanya Tirsa ? Sama dengan nama anak saya.
Tirsa itu artinya : she is my delight."

Saya mesem mesem saja.

Lalu pada hari senin minggu lalu,
terjadilah sesuatu yang di luar kebiasaan saya.
Hati saya terdorong untuk membaca Psalm( Mazmur ) 157.
Pas saya buka Alkitab, ternyata Mazmur yang paling akhir itu 150,
jadi tidak ada 157. Yah sudah, saya baca saja yang dekat, 147 .

Sampailah saya pada Psalm147 :11
The Lord delights in those who fear him,
who put their hope in his unfailing love

Beginilah pikiran saya ...
The Lord delights.. hmmm... delights
itu kan arti nama saya " she is my delight "...
The Lord delights in those who fear him,
who put their hope in his unfailing love
artinya jika saya takut Tuhan dan  saya berharap pada kasih setianya...
Maka saya akan menjadi delight-nya Tuhan, kesenangan-Nya Beliau

Takut Tuhan bagaimana yah ?
Yah.. berarti takut sama Tuhan bukan dengan yang lain
Terus terang, saya ini orangnya gampang takut
Takut sakit, takut nama saya tercemar, takut menolak
takut penolakan.. banyak yang saya takuti
Namun jika saya takut sama Tuhan..
yang lain-lain itu saya tidak takut lagi..
Enak dong...asoy deh

lalu masuk ke ciri kedua dari kesukaannya Tuhan
yaitu : who put their hope in his unfailing love

Kalau soal berharap, saya sadar bahwa sering saya berharap kepada
yang lain-lain, yang bukan Tuhan..
misalnya berharap kepada diri sendiri, berharap kepada orang tua,
kepada teman, kepada gereja, kepada uang, kepada suami

Pemikiran seperti itu kan gawat...
jika saya hanya berharap kepada suami,
bisa-bisa suami itu jadi Tuhannya saya
Tapi juga bukan berarti lalu saya mau mandiri
lepas dari suami... kalau begitu kan berarti
saya berharap kepada diri sendiri
( menuhankan diri sendiri... )

Yah.. pokoknya sejak membaca Mazmur 147 itu
saya jadi bertekad untuk betul betul takut Tuhan
dan berharap sama Tuhan..
saya jadi bertekad untuk menyediakan waktu khusus
untuk berdoa dan baca Firman
saya juga bertekad untuk melibatkan Tuhan dalam kegiatan saya

misalnya: sebelum masak, berdoa di dalam hati
Tuhan Yesus, tolong yah supaya masakan saya enak dan bergizi
atau sebelum mengajar sekolah minggu , berdoa juga bertanya:
Tuhan , saya harus ajar apa yah anak-anak pada hari minggu ini
atau jika saya punya pikiran buruk
Tuhan , tolong dong, kok pikiran saya jelek sekali
eh malah ada sesuatu di dalam hati yang berkata
"Kamu mau Saya temani ?"
" Mau ..mau banget !" jawab saya dalam hati

Saya beriman itu adalah suara Roh Kudus
yang menjawab permintaan saya
seperti kata John 14:26
"But the helper the Holy Spirit, whom the Father will send in my name,
he will teach you all things and bring to your remembrance
all that I have said to you,"

Sudah masuk minggu kedua ,
di mana saya menyediakan waktu buat Tuhan dalam hidup saya.
Hidup rasanya indah sekali.
Saya merasakan bagaimana menjadi kesukaannya Tuhan..
Asoyyyyy !

ditulis oleh Tirsa yang artinya sejak minggu kemaren bertekad menjadi :
The Lord's Delight ... tapi bukan Turkish Delight ( kue kering ala Turki ).

Tuesday, October 21, 2014

Voluntir dan Mata yang Berwarna Warni

Hari hari ini, saya menyempatkan diri untuk voluntir di kelasnya Sophie.
Maunya sih, seminggu sekali, tapi dijadwalkan dua minggu sekali,
mungkin biar orang tua murid yang lain dapat kesempatan.

Di Amerika, guru akan senang sekali jika dibantu.
Mulai dari voluntir ketika anak makan siang,
bantu foto copy material pelajaran, jadi panitia jika sekolah mengadakan perayaan, bantu jualan ini itu untuk cari dana buat sekolah, dll.

Saya bantu gurunya Sophie untuk mengawasi anak-anak
ketika sedang bikinPS ( pekerjaan sekolah ).
Anak anak TK kan masih perlu dibimbing.

setelah selesai , anak-anak biasanya menggambar
di belakang kertas PS mereka
Ini gambarnya Sophie
Dengan demikian, saya jadinya kenal dengan
teman sekelas Sophie yang lucu-lucu.
Anak-anak kan polos, walaupun ada yang reseh atau bandel,
mereka tidak pasang topeng.
Kadang ada yang saking polosnya, jadi membuka rahasia keluarga.

Contohnya suatu kali, ada temannya Sophie yang tanya sama saya

" Are you Sophie's mom ?"

"Yes. Sophie looks like me, doesn't she ?"

Anak itu menganggukan kepalanya. Saya balik bertanya.

" Do you look like your dad ?"

" Yes, but my Dad does not live with me and my mom. 
My Mom is not happy with him. So he moved out,"

Saya jadi salah tingkah sendiri, bingung mau komentar apa
sama omongan anak ini.

Teman sekelas Sophie kebanyakan bule.
Ada dua orang yang Afro-amerika, satu orang India,
dua orang Latino, dan satu orang Iran.
Selain menikmati tingkah polah anak kecil yang polos dan lucu,
saya juga senang mengamati mata anak-anak itu.
Matanya berwarna warni.

dark brown, almond shaped eyes
Beruntung yah , yang ditakdirkan lahir dari ras Kaukasia...

Teman-teman Sophie ada yang warna matanya
biru cerah, biru abu-abu, coklat muda ( hazel),
hijau, hijau abu-abu dan coklat tua.
Teman kuliah saya, Camelia Effendy pernah bilang
enak sekali cewek bule yg matanya biru atau hijau atau coklat .
Tidak perlu pake eye shadow tebal-tebal,
pakai maskara sedikit saja mata sudah pop up.

Saya mengamati mata temannya Sophie
tanpa ada perasaan aneh atau janggal .

Pernah sekali, saya mengamati mata seseorang
lalu setelah itu merasa creepy sendiri.
Kejadiannya di rumah sakit.

Waktu itu saya baru melahirkan Sophie. Baru sehari.
Eddy tidak nginap di rumah sakit.
( Kalau anak ketiga, sudah tidak terlalu manja ),
karena ada Dani dan Tim yang perlu ditunggui di rumah.
Sebelumnya saya dijenguk oleh beberapa teman Indonesia.
Lalu setelah mereka pulang, suasana kamar saya pun jadi sepi lagi.
Baby Sophie sedang tidur di sebelah saya.

Lalu pintu kamar diketuk oleh dokter.

" Hello, this is Dr M., may I come in ?"

" Sure," jawab saya

Dokter M masuk. Di klinik OB/GYN saya,
hanya dia satu-satu dokter lelaki, yang lain semuanya dokter perempuan.
Dokter M lalu bertanya bagaimana kabar saya.
Apakah saya masih kesakitan, dll...
Pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi saya yang wajar
ditanyakan oleh seorang dokter.

Kebetulan Dokter M waktu itu berdiri di bawah lampu,
dan sambil terus ngomong, saya tiba-tiba perhatikan matanya dia.
Di bawah sinar lampu kamar rumah sakit yang temaran,
terlihat mata Dr M berwarna biru terang.
Saya jadi terpana sendiri dan tuli terhadap apa yang dia bicarakan.

Lalu dia salaman, dan minta diri,
meneruskan tugasnya untuk menengok pasien-pasien yang lain.
Meninggalkan saya yang masih tersihir dengan mata birunya.

Beberapa saat kemudian , saya sadar kembali.
OMG, apakah saya ngelaba ? Mungkin saja.
Tapi kemungkinan besar itu karena perubahan hormon,
baru melahirkan ( menghibur diri sendiri ).

Hari ini sehabis mengamati dan
menikmati mata anak-anak di kelasnya Sophie,
saya bertanya tanya sendiri...

Is it a big deal ? Why am I so concerned about eyes ?

Namun kemudian teringat sebuah cerita pendek karya Ahmad Tohari
yang berjudul "Mata yang Enak Dipandang "
Juga sebuah program TV populer di Jakarta "Mata Najwa ".

Well, I think I'm not the only one.






Thursday, October 16, 2014

Daun Warna Warni Musim Gugur dan Ubah Rencana

Waktu saya belajar bahasa Cina dulu,
pas jaman kuda gigit besi,
ada satu kata yang muncul di text book 
yaitu Hongye yang kalau diterjemahkan secara harfiah adalah daun merah

daun warna warni musim gugur yang sudah gugur 

Setelah tinggal di mid-west, barulah saya mengalami hongye tersebut
Ketika musim gugur datang ( september-november )
pohon yang daunnya hijau akan berubah warna
Tidak hanya merah, ( hongye )
melainkan oranye, kuning mustard, burgundy, coklat

cuaca yang agak mendung pas jalan pagi

Cuaca pun mulai dingin,
Langit yang tadinya biru cerah mulai menjadi abu-abu kelam
Di toko pun mulai dijual apple cider ( juice apel ), 
yang bisa kita minum hangat atau dingin
Juga tibalah musimnya untuk petik apel di apple orchard
atau petik labu di pumpkin patch

Saat musim gugur, rasa yang populer adalah
rasa apple dan labu yang biasanya ada 
kombinasi rasa kayu manis dan cengkeh
Jadi kita bisa beli pumpkin pie donut
atau spiced apple caramel latte 
atau spiced pumpkin latte

(bukan iklan produk DD)
tomat yang tidak kunjung matang dari kebun suami
Baju-baju katun musim panas disimpan
Cardigan, jaket, syal, boots, dan topi mulai dipakai
Musim gugur adalah musim favorit saya

Pagi ini , saya dan dua orang teman jalan kaki 
untuk menikmati daun warna warni musim gugur
Lumayan juga kita jalan 2 mile lebih
Seger rasanya...pake acara selfie dan foto pemandangan

But first, let us take a selfie

Setelah itu kita kembali kepada kesibukan masing-masing
Saya ada janji eye check-up
Tapi pas datang ke optik,
mereka bilang dokternya tidak datang
karena ada pasien yang membatalkan appointmentnya
Mereka pikir saya membatalkan
Saya bilang, saya tidak telepon
Lho bagaimana sih ?
( saya mendongkol dalam hati )
Mereka nggak enak hati dan minta maaf

Rencana kedua untuk bikin bakso ayam juga gagal
Karena butcher di toko langganan kehabisan ayam cincang
Yah akhirnya saya beli ayam potong saja
( agak dongkol lagi )

Tapi Puji Tuhan tidak marah dan tidak kesel
Mungkin karena paginya sudah olahraga 
dan menikmati daun warna warni musim gugur
Mungkin juga karena dilindungi oleh Yang Mahakuasa
diberikan kesabaran supaya tidak cepat ngambek 
si tengah bantu sapu daun gugur
si bungsu juga..
nah kalo begini kan mamanya happy dan tidak gampang ngambek

Kalau bisa setiap hari maunya begitu
tambah sabar dan tambah enjoy







Thursday, October 9, 2014

Piano Baru Ibu Tatiani Sejati

Suatu hari kelak, Ibu Sejati berharap Nathan menjadi pianis di gereja

Where do you want the piano, ma’am? “

“On that corner please,”

Dua orang dari moving company menggotong piano upright ke dalam ruang tamu Ibu Sejati. Sedikit kekuatiran muncul di dalam hati . Mampukah mereka menggotong piano yang berat ini ? Kalau tidak hati-hati  jadi tergores atau bahkan jatuh. Ibu Sejati kemudian ingat bahwa moving company ini memiliki asuransi. Andaikan terjadi hal yang tidak diinginkan , ia bisa mendapatkan ganti kerugian. Sekitar dua puluh menit kemudian, Ibu Sejati menarik napas lega. Klaim asuransi tidak diperlukan karena proses penggotongan piano berjalan dengan mulus. Puji Tuhan

Please sign on the over here

Ibu Sejati menanda tangani kuitansi pembayaran . Ia pun memberikan selembar cek kepada tukang angkat barang itu.

Thank you very much for your help!”

“You’re welcome, have a good day,”

Kedua orang itu pergi, meninggalkan Ibu Tatiani Sejati dengan piano barunya. Hati Ibu Sejati melonjak melihat pojok rumah di dekat jendela yang tidak kosong lagi. Benda yang sangat didambakannya  sejak remaja berdiri di sana.
            Ia teringat akan impian masa remajanya. Tatiani  senang musik. Ia senang bernyanyi. Tanpa disuruh, ia mengajukan diri untuk ikut paduan suara remaja di gerejanya. Suaranya yang agak rendah, membuat dia masuk bagian alto. Tatiani  merasa bahagia ketika suara tiap individu berbaur menjadi satu dan terjadi kerharmonisan antara sopran, mezzo sopran dan alto . Setelah hampir setahun menjadi anggota koor , perhatian Tatiani mulai terpusat kepada piano. Asyik  yah jika bisa main piano. Tambahan lagi yang menjadi pianis dalam koor remaja adalah Kak Michael. Selain jago berpiano, ia pun enak dipandang . Mulailah timbul keinginan besar dalam hati Tatiani untuk belajar piano.
         
       Tatiani remaja sadar bahwa kondisi keluarganya tidak memungkinkan untuk membeli sebuah piano atau membiayai kursus piano. Gaji ayahnya tidak cukup untuk hal ekstra semacam itu. Keadaan rumah mereka pun tidak mendukung keberadaan piano. Mereka tinggal di daerah yang agak rendah dan rawan banjir. Setiap tahun,ketika musim hujan , pasti dua atau tiga kali , air banjir merembes masuk ke dalam rumah mereka. Masa sih piano dibiarkan kebanjiran. Tatiani  tidak berani memberitahukan impiannya kepada orang tuanya. Ia tidak tega merepotkan kedua orang tuanya.

          Puji Tuhan , impian masa remajanya bisa terwujud sekarang. Dalam Tuhan tidak ada yang mustahil. Ibu Tatiani Sejati bersyukur karena keluarga Sejati mampu membeli dan membiayai kursus piano untuk kedua anak mereka. Ibu Tatiani Sejati bertekad menyediakan sarana dan prasarana untuk pendidikan musik anak-anaknya. Dalam benaknya, ia melihat Nathan atau Nadine Sejati memainkan piano mengiringi pujian dan penyembahan di gereja. All the glory for the Lord.
                                                              ***

         “Nathan, Nadine, you will have piano lesson tomorrow after school!” kata Ibu Tatiani dengan gembira

        “What? No way, I don’t like piano,” jawab Nathan

        “Learning piano is good for your brain. And I hope one day you will play piano in the church,”

       “Can I play drum instead?”

       “Let’s make a deal, if you learn piano for a year, then I will think about the drum,”
        
         “Ok!”

          “Mom, can you gave me a candy after each lesson?” Nadine kecil bertanya

          “Nadine, junk food is not allowed in this house!”

           Nadine cemberut mendengar jawaban Ibu Sejati.

          “But I will give you a present every time you learn a new song,”

           “Yeay!” Nadine bersorak

            Ibu Tatiani Sejati tidak sabar menunggu datangnya hari esok. Ia sangat bahagia bisa mengantar anak-anaknya les piano. Biarlah anak-anaknya menghidupi impian masa mudanya dahulu. Sungguh beruntung mereka. Puji Tuhan.
                                                        ***
             Setelah beberapa bulan kursus piano, Nathan dan Nadine mulai ngomel. Nathan bilang ia bosan belajar piano. Nadine juga kurang suka piano. Ia lebih suka menggambar . Namun Ibu Tatiani tidak menyerah. Ia mendorong anak-anaknya untuk tetap berlatih piano.
   
            “Come on Nathan, the piano is waiting for you. Remember what Mrs. Majesky said, thirty minutes a day,”

             “Mom, let me finish this game first,” jawab Nathan, asyik memainkan WII-nya.

             Ibu Tatiani mulai mendidih. Dasar anak tidak tahu diuntung. Haruskah ia ngomel terus menerus? Ia merebut WII remote controller dari tangan Nathan.

             “Practice ! Now!”

             Nathan cemberut. Namun ia menurut. Ia beranjak menuju piano.

             “You don’t have to be so mean, Mom,” kata Nadine

             “Shhh. After him, it’s gonna be your turn!” jawab Ibu Sejati dengan judes.
                Nathan mulai latihannya. Dari ruang TV, Ibu Sejati mengerutkan kening karena ia mendeteksi kesalahan pada lagu yang dimainkan Nathan. Ia pun masuk ke ruang tamu dan berdiri di belakang Nathan, memperhatikan partitur lagu yang dimainkan. Walaupun tidak menguasai not balok, Ibu Sejati mengerti bahwa Nathan salah menghitung ketukan lagunya.

               “Nathan …it’s wrong ! See, you suppose to do it like this,”

                Ibu Tatiani menepukkan tangannya untuk mendemonstrasikan ketukan yang tepat.

                “Mom, I can do it !”

                 Ibu Tatiani diam. Ia membiarkan Nathan mencoba sendiri, namun lagi-lagi Nathan salah.

                 “It’s still wrong, Nathan. Listen it’s supposed to be like this…clap… clap …clap…one two three …one two three,”

                  Nathan mendengarkan. Lalu ia mencoba memainkan seperti yang diajarkan Ibu Tatiani.

                 “There you go…Wait… Wrong again…Wrong again…Today you should practice for one hour, because it’s still not perfect,”

                 Nathan mulai berurai air mata.

                 “Why does it have to be perfect?  ”                   

                “Of course it has to,”

                 “Mrs. Majesky said it was okay,”

                 “Nathan, let me get the laptop and see how they played it in Youtube, then you’ll understand what I mean,”

                 “I hate piano!” Nathan membanting bukunya lalu lari ke kamar,”

                 Ibu Sejati menghela napas. Dalam hati ia berteriak minta tolong kepada Tuhan. Ekstra kesabaran untuk menahan tangannya menampar pipi Nathan yang tidak tahu diuntung.Ia mengetuk pintu kamar Nathan.

                 “Nathan!”

                 “Go away!”

                 “One day you will thank me for this. It’s my job to make you learn the piano! “
                  Ibu Tatiani sejati mengusap butiran keringat di dahinya. Ia balik menuju piano. Nadine sudah duduk dengan manis dan membuka buku pianonya. Pintar anak ini. Dia tidak mau mencari gara-gara dengan ibunya yang baru sewot.
Semoga Nadine jago piano seperti gadis manis ini

                                                                 ***
                 “Let’s go, kids. It’s almost six. Put on your shoes! “ujar Ibu Tatiani Sejati sambil mengambil tas dan kunci mobilnya. “ Nadine, come on! Nathan. Where are you? Hurry up Nathan. We’re gonna be late!”

                  Nadine ngacir pergi ke garasi. Nathan jalan pelan-pelan dengan muka cemberut.
                  “Hurry up Nathan! And do you forget something?”

                   Nathan mengangkat bahunya dengan muka yang masih cemberut.

                  “Your piano books! Go get them now! Hurry up. We’re almost late!”

                  “Piano sucks!” gumam Nathan

                  “What did you say, Nathan?”

                 “Nothing!” Nathan berlari ke garasi .

                  Duh Tuhan.  Betapa beratnya tugas menjadi ibu. Ibu Tatiani Sejati teringat pada mamanya . Mamanya tidak pernah bertengkar dengan anak untuk urusan kursus. Mana ada budget untuk kursus . Andaikata anaknya mengerti hidup yang pas-pasan seperti dirinya dulu .Mereka tidak sadar betapa beruntungnya mereka .

                   Ibu Tatiani Sejati naik ke mobilnya. Ia menyalakan mesin , memencet remote untuk membuka pintu garasi. Mobil minivan keluarga Sejati  berjalan menuju rumah Mrs. Majesky, sang guru piano.

                                                           ***                  
                   Jam sepuluh malam, lampu-lampu di kamar tidur atas sudah dimatikan. Nathan dan Nadine sudah berpindah ke alam mimpi . Lantai bawah masih berantakan. Dapur terlihat seperti kapal pecah, dengan buku, alat tulis, piring-piring makanan tertumpuk di atas meja. Panci dan penggorengan masih nangkring di dalam tempat cuci piring. Bulan-bulan lalu, jam sepuluh malam, biasanya semua sudah rapih. Ibu Tatiani merasa capek sekali. Ia tidak punya tenaga untuk membersihkan dapur. Ia ambruk di sofa dan memejamkan matanya.

                  “Honey, mau nonton DVD Saving Mr. Bank ? Review-nya bagus tuh,”

                  “Nggak ah, capek, Dad . Mau istirahat sebentar dulu. Pegel nih badan,”

                   Pak Sejati yang pendiam namun baik hati menghampiri istrinya yang loyo di sofa. Ia mulai memijati pundak istrinya.

                  “Capek kenapa sih ? Kalo capek, nggak usah masak lain kali. Beli take out aja,”

                  “Kan kita ada peraturan no junk food allowed in this house,”

                  “Nggak usah bikin peraturan yang berat berat lha…,” jawab Pak Sejati

                 “ Masak sih nggak masalah..aku capek hati saja ..akhir akhir ini, kok si Nathan nakal banget yah. Susah dikontrol. Dia nggak mau belajar piano,”

                  “Yah namanya anak kecil,”

                  “Tapi kan, belaajr piano baik buat dia. Kalo dia jago piano nanti, bisa melayani Tuhan di gereja, bisa cari duit dengan ngelesin piano,”

                  “Pelayanan kan bukan hanya music saja. Soal cari duit mah , jangan kuatir deh. Kan Tuhan yang berikan rejeki. Lagipula kalau bukan hobinya main piano, buat apa dipaksa sih. Ngapain kamu paksa dia untuk main piano,”

                   “Dia tuh tidak sadar betapa beruntungnya dia… Kalau saya dulu hidup seperti dia… “

                   “Kamu tuh bukan dia, honey. Dia juga bukan kamu,” potong Pak Sejati dengan lembut namun penuh kepastian.

                    Ibu Tatiani Sejati terdiam. Pundaknya yang pegal menikmati pijatan tangan suaminya yang hangat. Hatinya yang keruh merenungi kata-kata suaminya yang dalam.Kamu bukan dia. Dia juga bukan kamu

                   Betul juga perkataan Pak Sejati. Nathan adalah anak yang dititipkan Tuhan dalam hidup Ibu Sejati. Namun Nathan bukan milik pribadinya. Nathan punya kehendak pribadi yang harus dihormati. Dalam hal piano yang sebetulnya adalah hobi, mungkin kehendak Nathan harus dituruti.

                 “Kalo kursus pianonya dihentikan, kan sayang. Kita sudah mahal-mahal beli piano,” ujar Ibu Tatiani  “Ah kalau saja piano ini bisa di-teleport ke jaman saya muda dulu. Dulu saya ingin sekali belajar piano,”

                  Hmmmm ibu Tatiani tertegun mendengar kata-katanya sendiri. Tidak mungkin men-teleport piano ke jaman dahulu . Namun sangat memungkinkan kalau ia belajar piano sekarang. Sebagai ibu rumah tangga , waktunya lumayan fleksible. Kenapa tidak.

                  “Kalau ganti saya saja yang belajar piano, bagaimana Dad?”

                  “Boleh saja . Budget buat Nathan kan bisa dialihkan untuk kamu,”
“Tapi malu kan udah bangkotan gini…”

                  “Ah, tidak pernah ada kata bangkotan kalau mau belajar sesuatu,” jawab Pak Sejati dengan postitif.

                  Ibu Tatiani tersenyum. Ia bangkit dari sofa dan mengecup pipi suaminya.
                  
                 “Udah cukup pijatnya?” Tanya Pak Sejati

                 “Thanks… aku mau email Mrs. Majesky deh… Ganti Nathan, aku aja yang kursus piano,”


                 Ibu Sejati pun beranjak ke meja kerja dan membuka laptopnya. Sambil senyum senyum sendiri, ia mulai menulis email kepada guru piano anak-anaknya. Pak Sejati menyalakan TV. Ia hendak menonton serial Person of Interest. Nathan dan Nadine tertidur lelap di kamar mereka. Sementara itu, di langit musim gugur kota Toronto, bulan bersinar lembut . Sinarnya yang temaran menerangi Keluarga Sejati, tanpa mereka sadari. 

( Terimakasih untuk Juliani Soegandhi yang meminjamkan foto-fotonya ) 

Thursday, October 2, 2014

Kisah Seram dari Restoran

Beberapa hari yang lalu, saya pergi ke restoran take out teman saya.
Restoran mungil ini, jika siang hari, hanya ditangani oleh teman saya
( yang melayani tamu ) dan suaminya ( yang memasak makanan).
Saya duduk di kursi, sementara teman saya yang lincah
mondar mandir terima telepon, ambil makanan ke dapur,
melayani tamu yang bayar.
Teman ini memang "high energy".
Dia mampu melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan .

Pada waktu senggang ketika tamu atau telepon tidak datang,
dia ngobrol dengan saya .
Begitu tamu datang, dia cabut lagi, begitu tamu cabut , dia ngobrol lagi .
Dia begini terus without losing her head.
Hebat teman saya yang satu ini.

Saya pun mengamati tamu-tamunya.
Ada yang berkulit hitam, ada yang putih.
Ada yang pekerja kantor atau pekerja kasar.
Tapi tidak ada yang orang Asia.
Seru juga neh, kata saya dalam hati.
Rame. Baguslah...banyak rejeki buat teman saya.

Kemudian datanglah seorang ibu dengan dua orang anak perempuannya.
" No school today ?" tanya teman saya kepada ibu itu
(karena waktu itu adalah jam sekolah )
" They are home schooled," jawab ibu itu
" Oh, what a great mom you are," puji teman saya

Dalam hati saya juga memuji ibu tersebut.
Homeschooling itu bikin kerjaan ekstra buat ibu rumah tangga
( No homeschooling for me, hehehehe ).
Setelah membayar dan mengambil pesanannya,
si ibu beserta dua orang anak perempuannya keluar dari resto teman saya.

Begitu tamunya pergi, teman saya langsung heboh.
"Hei , kamu lihat kan ibu itu..Dia kelihatannya manis kan ?"

Saya menganggukan kepala. Mulailah teman saya bercerita.

Si ibu itu dulu sempat sering ke resto teman saya.
Ia juga sering kelihatan di kompleks pertokoan
di mana resto teman saya berada.
Itu berlangsung selama kurang lebih setahun.
Namun , kemudian teman saya tidak pernah melihat ibu itu lagi.
Dan pada suatu malam, ketika teman saya sedang menonton televisi acara kriminal.. terpampanglah foto si ibu itu.

Ibu itu diseret ke pengadilan,
karena mencampur obat tetes mata suaminya dengan cairan pembersih. Akibatnya mata suaminya menjadi rusak.
Ketika suaminya pergi ke rumah sakit dan memeriksa matanya,
pihak rumah sakit langsung menelepon polisi.
Dan kemudian kisah mereka jadi rame.

Rupanya ibu itu mau balas dendam karena suaminya berselingkuh.

Saya pun teringat kisah kriminal yang saya baca minggu lalu, tentang seorang pacar gelap yang meracuni kekasihnya karena kekasihnya mau balik kepada istrinya. Akibat diracuni, sang lelaki jadi mengalami kerusakan ginjal.
Mereka berdua adalah dokter oncologist dari rumah sakit terkenal di Amerika.

Haduhhhhh....!

Saya jadi ingat teman yang lain. Ia cerai lalu menikah dengan suami kedua. Perceraiannya dengan suami pertama disebabkan karena eks-nya kecanduan berselingkuh. Saya telepon dia.

" Eh, elu apa nggak kepikiran mau kasih racun sama eks elu ?" tanya saya

" Nggak. Gue takut . Kalo gue sampe masuk penjara, kan anak anak jadi jatuh ke tangan dia. Tapi buat balas dendam , gue retail therapy, dan dugem," jawabnya.

Saya juga membahas masalah ini dengan teman yang lain.

" Kalau suami elu selingkuh, gimana ? Elu mau racunin dia nggak ?"

" Kalo gue , gue potong barangnya ," jawab teman saya yang lain.

Haduhhhhh....! 

Saya terbelalak, karena teman saya yang ini orangnya sangat manis,
tapi ternyata dia bisa sadis .
Buat saya sendiri, saya nggak akan berani potong..
tapi racun adalah pilihan yang menarik untuk balas dendam
( I am an Agatha Christie's fan after all ).

Saya berdoa supaya saya dan suami dijauhkan dari masalah pelik semacam ini.
Tapi dalam pernikahan, doa saja tidak cukup. Ada perjuangan batin dan fisik untuk menjaga kesetiaan. Misalnya, tidak bergenit-genit dengan lawan jenis . Istilah Inggrisnya "no flirting" . Tidak membuka celah. Setelah menikah, tidak etis untuk berduaan dengan lawan jenis. Kalau memang harus bertemu dengan lelaki lain, kan bisa bawa teman atau keluarga ( bertiga lebih baik daripada berduaan).

Banyak orang yang terjebak, karena ingin pengalaman yang meledak-ledak.
Ini memang masalah yang agak pelik dan sensitif.
Biasanya kalau sudah menikah agak lama, ledakannya kurang.
Namun saya meyakini, selalu ada pertolongan yang sah
( dari berbagai pihak , termasuk pihak Yang Mahakuasa )
Bisa pergi ke dokter, bisa konsultasi ke psikolog atau makan obat.
Atau berdoa saja kepada yang Kuasa.
Saya pikirYang Kuasa mampu memberikan ledakan baru
demi keutuhan keluarga.
Asal kita beriman dan mau menjaga hati nurani yang bersih.

Kalau memang sudah tidak tahan,
mungkin lebih baik bungee jumping di Bali.
Pakai saja semua tabungan untuk mendapatkan pengalaman yang meledak.
Lebih baik duit habis daripada rumah tangga berantakan.
Karena pada akhirnya, jika memang malapetaka ini terjadi,
siapa yang jadi korban...?

Anak-anak.

Anak-anak yang manis dan polos, yang dititipkan kepada orang tua.

Kalau sudah soal anak.. yah...
lebih baik batu kilangan ditaruh di leher ,
lalu lari ke kali Ciliwung
daripada membuat hidup anak sendiri menjadi rusak.










Tuesday, September 30, 2014

TENTANG HADIAH

Alkisah, pada jaman dahulu kala, ketika dunia ini baru selesai dijadikan, 
Sang Pencipta mulai membentuk manusia 
untuk dijadikan penghuni kompleks dunia baru.
Karena Sang Pencipta ini sungguh sangat baik , kreatif dan personal, 
Ia memberikan banyak hadiah kepada manusia ciptaanNya. 
Hadiahnya bukanlah sesuatu yang umum seperti emas, perak atau permata. Bukan…Hadiahnya ialah kepingan kepingan dari citra diriNya 
( kembali…Sang Pencipta itu sangat personal )

Kepada yang satu, Ia berikan kemampuan untuk menasehati. 
Buat yang lain Ia berikan keinginan untuk memberi. 
Yang itu diberikan kepandaian untuk mengajar. 
Yang ini dikasih kecermatan untuk mengevaluasi.

Di saat usia saya sudah setengah baya ini, saya mulai “ngeh”dengan hadiah-hadiah yang Sang Pencipta berikan kepada manusia-manusia di sekitar saya.
Contohnya, sebuah sepasang suami istri yang menjadi sahabat kami di sini, diberikan kepingan citra-Nya untuk menjamu orang lain. Nah agak aneh kan…Tapi memang aneh tapi nyata. Sang istri yang cantik, kalau mengadakan pesta, selalu menjadi tuan rumah yang menyenangkan. Ia akan melihat kebutuhan tamu-tamunya. Kalau ada si tamu kekurangan makanan atau minuman akan segera dilayani. Kalau si tamu kesepian akan diajak ngobrol atau dikenalkan dengan teman lain yang jago ngobrol. Sang istri juga pintar mendekorasi ruangan untuk pesta. Dan dekorasi yang ia ciptakan itu , sangat sederhana namun keren boo!...Istilah inggrisnya effortlessly chic . Sementara itu suaminya diberikan kemampuan untuk masak . Bahkan suatu kali, suaminya sampai bakar steak di halaman saat hujan turun, seorang tamu mendampingi dia sambil menaungi dia dengan payung. Tidak semua orang sampai bela-belain mau menjamu tamu seperti itu. Sepertinya di lingkaran pertemanan kami, hanya pasangan tersebut yang segila itu .

Seorang ibu di sini diberi kemampuan untuk ngomelin orang. 
Dia sangat peka dalam mendeteksi ke-palsuan dan kemurnian seseorang. 
Akal sehat ibu tersebut juga berfungsi dengan sangat baik. 
Dengan orang-orang yang dekat , dia akan menegur orang tersebut. 
Dengan orang –orang yang tidak terlalu dekat, 
dia akan tutup mulut, mungkin nyindir sesekali.

Sebagai orang yang dekat dengan dia, saya beruntung 
karena saya pernah di-omeli. 
Mata saya jadi terbuka melihat kebenaran 
yang tidak terdeteksi oleh saya sebelumnya. 
Kalau dipikir, agak beresiko juga dapat hadiah ngomel seperti ini, 
karena kalau orangnya tidak suka diomelin, bisa marah.

Teman yang lain diberi kegemaran untuk masak. 
Anehnya ,kalau masak, dia tidak bisa memasak dalam porsi kecil, 
tapi porsinya gila-gilaan. Lalu teman-teman di sekelilingnya akan diberikan makanan. Sempat ketika saya sedang kurang enak badan, kebetulan diberikan 2 kontainer makanan dan satu panci sup. 
Saya tidak masak dan tidak take out hari itu. 
Sup-nya bikin badan saya enak lagi.

Ada juga satu orang ibu di sini yang pintar performing art
Kalau ada dia, suasana jadi cair, karena dia pandai menirukan orang lain.
Dia juga jago main lenong. Sebagai pemain, dia adalah pemain yang baik. 
Patuh dengan sutradara, latihan dijalankan dengan baik, naskah dihapal, 
nggak macem-macem. Sebagai sutradara lenong jadian tiap natalan 
( huh, mungkin ini hadiah dari Pencipta buat saya ), 
saya enak deh kalau ada dia, karena saya tahu she will deliver .

Hadiah dari Sang Pencipta ini, diberikan kepada manusia 
supaya manusia bisa melayani sesamanya yang membutuhkan. 
Kalau yang diberikan hadiah ini egois, 
ia akan mati-matian memerah hadiahnya 
supaya menguntungkan dirinya sendiri. 
Sebagai contohnya saya sendiri kadang menggunakan 
kemampuan menulis atau berimajinasi 
untuk mendapatkan pujian dari orang lain. 
Saya sempat ditegur secara tidak langsung oleh teman penulis lain 
 dalam post Impian yang Mulia ), 
untuk mengganti haluan dalam motivasi.

Hebatnya hadiah hadiah yang diberikan oleh Sang Pencipta ini, 
tidak terbeli dengan uang atau emas dan permata. 
Kadang berupa telinga yang mau mendengarkan. 
Tepukan di punggung untuk memotivasi orang lain, 
atau tangan dingin untuk menumbuhkan tanaman (hadiah illahi untuk papa), 
atau keinginan supaya keluarga nyaman ( hadiah illahi untuk suami saya ), 
dan banyak hal lainnya. 

Semua manusia yang pernah hidup atau sedang hidup , 
mendapatkan hadiah ini. 
Perlu diingat kembali bahwa Sang Pencipta Maha Besar.. . 
dengan demikian kepingan kepingan citra diriNya 
juga sangat ngeajubillahhh banyaknya.


Saya rindu kalau kita semua sadar 
atau mau mencari hadiah yang terkubur dalam diri kita, 
serta membagikannya kepada mereka yang membutuhkan. 

Friday, September 26, 2014

IMPIAN YANG MULIA

Pertemuan dengan teman-teman kreatif di dunia virtual
membuat saya rendah hati.
Masih banyak sekali yang saya perlu pelajari. 
Masih banyak yang perlu dicoba dan dipraktekkan
Makin banyak ketangguhan mental dan hati 
yang harus dibina untuk bisa berkarya.

Beberapa hari yang lalu saya sempat chatting dengan
Wurry Parluten yang berada di Palembang. 
Dia menulis naskah serial si Bolang ( Bocah Petualang )
Anda bisa nonton serial si Bolang di youtube

Saya tanya dengan Wurry, kalau bisa membuat film
tanpa memikirkan biaya,
( karena semua kebutuhan keluarga sudah terpenuhi )
Film seperti apakah yang Wurry ingin buat ?

Dan jawaban Wurry, bikin saya tersentak
Misalkan Mbak Tirsa Produsernya, saya mo bikin film mengikuti usia anak kita.
Usia anak saya dan anak Mbak Tirsa kan kayaknya masih di bawah 13 tahun. 
Jadi fokus ke cerita model begitu. Nanti kalo mereka remaja, kita bikin film remaja. 
Begitu kuliah, kita bikin film kuliah. Begituuu terus sampe bosen bikin film.

Saya mau angkat topi dan acungkan jempol buat Wurry
Dia punya impian yang mulia

Sebelumnya, kalau saya berkreatifitas, sebagian besar tujuan pribadi saya
ialah menyenangkan diri sendiri ( narsisitik )
menyenangkan orang lain (ingin dipuji, ingin mendapatkan uang )
Hampir tidak pernah saya memikirkan anak saya sendiri 
untuk menjadi target audience dari karya saya

Kalau melihat situasi dan kondisi saya sekarang
Rasanya tidak mungkin menjadi produser untuk membuat film
Saya tidak mampu secara finansial, 
juga belum mengerti seluk beluk film production
Namun dalam hidup ini, sering terjadi hal-hal yang luar biasa, bukan
Siapa tahu ?
Biarlah Sang Pemberi Impian menolong hidup Bung Wurry dan keluarganya


Namun saya betul betul tergugah oleh impian Wurry ini..
Sudah dua hari ini, saya mencoba berpikir tentang tulisan buat anak-anak saya
Dan inilah hasilnya...

Saya menyusun buku handmade untuk Sophie
dengan gambar dan cerita dari Sophie, saya hanya menuliskan, 
karena dia belum bisa menulis

Saya menulis satu halaman untuk Timmy 
tentang seorang "picky eater"
Tapi dia malah tersinggung dengan tulisan saya, 
dan menyembunyikan kertas itu

Saya bikin buku handmade kecil buat Dani...
yang berjudul "Diary of a Porcupine Haired Boy " 
( karena rambut dia kaku seperti landak )

Saya pikir, saya akan mengadopsi cita-cita Wurry 
untuk diterapkan dalam hidup saya sendiri. 
Bikin film kan susah dan muahaaalll.. 
tapi sekarang ini saya bisa bikin buku-bukuan.
jadi itulah yang saya buat...


 

Sunday, September 21, 2014

Tentang Menulis

Entah kenapa akhir akhir ini saya bertemu dengan teman teman penulis di dunia virtual. Salah satunya adalah Cindy Kristanto. Cindy ini, teman lama di Chicago. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu,hampir tiap minggu kami dan beberapa ibu rumah tangga lainnya ketemu untuk main bareng dan berdoa. Saya sering ngobrol tentang buku-buku favorit kami waktu kami kecil dulu. Kami sama-sama gemar buku karya Enid Blyton dan Astrid Lindgren.

Cindy sudah terlebih dahulu aktif menulis blog. Dua tahun belakangan ini dia aktif menerjemahkan novel fiksi. Jika teman-teman membaca buku terbitan Gramedia, dan buku tersebut adalah buku terjemahan, mungkin saja anda menemukan nama Cindy sebagai pengalih- bahasanya.

Seorang sahabat di Michigan memperkenalkan saya dengan keponakannya, Lewi Satriani. Lewi ini penulis komik horror di Indonesia. Anda bisa membaca karyanya di DBKomik.com serial Jerit Malam.

Saya jadi sering chatting dengan Cindy dan Lewi . Dengan Cindy, tentunya saya banyak kesamaan. Jadi kami sering chatting urusan anak, dapur, suami dan rumah tangga. Ketika saya berkesempatan untuk menerjemahkan sebuah buku, kami jadi sering chatting soal arti kata. Kadang kami saling menyemangati satu sama lain. Beberapa kali kami sempat berangan-angan untuk duduk berdua di cafe atau perpustakaan dengan membawa laptop dan kopi, lalu sama-sama sibuk menulis sendiri-sendiri. Betapa indahnya kerja sendiri tapi bersama, dan menjadi cheerleader jika yang satu sedang suntuk.

Beberapa kali chatting dengan Lewi , saya sedikit ngiri, karena Lewi menjalankan hidup yang sempat saya impikan sewaktu single dulu. Asyik sekali bisa menulis komik secara rutin. Senang sekali rasanya bisa melihat ide sendiri dijelmakan menjadi gambar dan digabung dengan text. Enak banget ikutan acara talk show, di mana pembaca penasaran bertemu dengan pengarang.

Karena Lewi adalah penulis horror, kami membahas karya karya Stephen King. Beberapa tahun yang lalu saya sempat gandrung dengan Stephen King. The Green Mile dan Shawshank Redemption menurut saya adalah film klasik yang patut ditonton berulang kali. Namun saya lebih menyukai karya Stephen King yang tidak terlalu menyeramkan seperti Stand By Me atau The Girl who Loved Tom Gordon. Sedangkan "On Writing " memoir-nya Stephen King, menurut saya adalah buku wajib untuk orang-orang yang belajar menulis.  

Buat saya sendiri, menulis adalah suatu hobi yang dimulai sejak kecil. Ketika SD dulu, saya sering menggambar dan ngoceh ngalor ngidul sendirian. Saya juga gemar membuat tulisan lalu menempelkan sticker yang gambarnya kira-kira cocok dengan tulisan saya. Dan sampai sekarang, saya happy kalau melihat sticker. Beberapa kali saya sembunyikan sticker-sticker milik Sophie.( For future use )

Ketika remaja di gereja, saya berjumpa dengan Cacuk Wibisono, orang yang menjadi mentor saya dalam penulisan dan kreatifitas. Saya tidak belajar tentang teknis dari dia. Dia menjadi pendengar yang baik, pendorong dan pembuka jalan buat saya.

Masa SMA adalah masa yang lumayan produktif dalam berlatih menulis, karena saya menjadi seksi tabloid dan majalah dinding. Saya latihan menulis cerpen, puisi, renungan, humor dalam masa-masa ini. Glory Wadrianto, teman seksi majalah dinding, sekarang ini menjadi wartawan di Kompas online.

Selain itu, saya juga ikutan drama di gereja, di mana saya ditantang untuk memahami karakter orang lain lewat akting. Saya juga belajar menulis naskah dan menyutradarai, semuanya otodidak dan disemangati oleh mentor saya, Cacuk.

Kehidupan kreatif saya agak vakum ketika kuliah. Saya sibuk dengan belajar dan main di kampus. Namun menjelang akhir perkuliahan, saya sadar bahwa saya tidak akan bisa bergerak bebas dalam bahasa yang saya pelajari, yaitu bahasa Cina. Bahasa Cina dalah bahasa yang sangat efektif dan efisien, serta indah dan sarat makna. Namun...sangat sulit. Jadilah saya bertekad akan terjun ke bidang kreatif yang menggunakan bahasa Indonesia. Saya pun kepingin menjadi copywriter alias tukang bikin iklan. Alasan lain ialah, saya kepengen kerja di mana saya bisa berpakaian casual tanpa menggunakan sepatu hak tinggi.

Saya ambil beberapa mata kuliah tentang periklanan di kampus tetangga (FISIP). Saya pun kenalan dengan teman teman baru di FISIP. Beberapa tahu kemudian, seorang teman yang saya dapat di FISIP, Jeffry, memperkenalkan saya kepada teman SMA-nya Eddy. Akhirnya malah saya dan Eddy nikah.

Balik kepada penulisan...saya bertekad menjadi copywriter, tapi pintu tidak terbuka ke dunia iklan sama sekali. Setelah lulus, saya sempat mengajar ekskul mandarin di SD dan SMP Karunia. Namun setelah enam bulan, saya berhenti karena saya dapat panggilan untuk kerja sebagai scriptwriter di Asiana Wang Animation.

Asiana Wang Animation atau AWA, adalah perusahaan animasi Indonesia yang bekerja sama dengan Wang Animation dari Taiwan. Waktu itu tempatnya di Desa Cibatu, Cikarang. Tempatnya sangat terpencil. Di sekitarnya banyak sawah. Sore-sore , sekitar jam 5, kawanan sapi akan lewat. Saya direkrut karena AWA ingin membuat film animasi Indonesia.

Animasi adalah proyek yang sangat mahal. Jarang sekali pihak yang mau menanam modal untuk membuat film animasi. Sebagai penulis yang masih hijau, saya pun kurang paham dengan tuntutan yang diberikan di pundak saya. Namun saya ketemu, seorang teman yang kemudian menjadi mentor dalam sikap profesional kreatifitas. Teman ini sekarang menjadi figur yang beken di Indonesia, yaitu Bambang Gunawan, alias Mas Be, atau Bambi , pangilan akrabnya.

Sangat menyenangkan bekerja sama dengan Bambi. Dia selalu ceria , gemar menolong serta profesional. Saya belajar dari Bambi bahwa deadline itu penting. Jangan sampai lewat dari deadline, begitu pesan Bambi.  Bambi juga sangat pandai untuk memimpin dan berkolaborasi dalam satu tim. Dengan kehadiran Bambi, suasana kreatif akan terbina . Waktu itu, Bambi juga menjadi teman berbincang tentang musical show. Akhir tahun 90-an itu, musical show belum terlalu muncul di Indonesia, tapi Bambi sudah tahu banyak. Dan siapa lagi teman nonton video atau nyanyi bareng lagu-lagi Andrew Llyoid Webber , kalau bukan Bambi. Kami dan beberapa teman lain, nonton musikal pertama di Indonesia, Opera Anoman. Sayangnya waktu itu belom live show, masih pakai recording. Mungkin di masa depan, Indonesia bisa memproduksi live drama musical.

Saya hanya bertahan di AWA selama 9 bulan. Lalu saya pindah ke rumah produksi Cahaya Bagi Negeri . Cacuk lah yang memperkenalkan saya kepada pihak manajemen. Di sini saya pertamanya direkrut untuk membuat program children show. Namun kemudian tidak berlanjut, dan saya dipindahkan ke program SOLUSI, program testimony tentang perubahan kehidupan. Saya belajar membuat segmen selama 7 menit. Saya juga berlajar trick untuk me-riset, mewawancara, lalu menyusun kembali wawancara yang tadinya panjang ( sekitar 45 menit ) menjadi 7 menit. Tidak lupa menambahi pengadeganan. Biasanya SOLUSI tayang jaman dulu di SCTV saat tengah malam. Saya kerja di SOLUSI selama 2 tahun. Saya berhenti, menikah, lalu diboyong suami ke USA.

Sempat saya mengalami culture shock dan krisis identitas di USA. Namun berkat pertolongan Tuhan, saya dipulihkan. Selama 4 tahun saya tidak menulis, lalu setelah di Michigan, mulai pelan-pelan saya kembali menulis. Saya diminta untuk membuat naskah drama natal di gereja Indonesia.

Dan akhirnya...saya mulai blogging.. Blogging itu enak, karena saya jadi bos sendiri. Cerita seenak-enak saya, tidak ada deadline, tidak ada tema. Tentu tidak dapat gaji, tapi sebagai ibu rumah tangga saya tidak berkewajiban mencari uang. Kewajiban saya sekarang memelihara anak dan merawat rumah. Dan kembali saya ingat pesan Bambi..untuk tetap profesional dan tidak lewat deadline. Deadline saya sekarang ini ialah... seterikaan baju suami sudah harus beres, makan malam harus sudah siap, anak musti diantar kursus . Dan di-tengah-tengah deadline rumah tangga, saya menyempatkan waktu untuk berpikir dan menulis untuk blog, untuk tabloid gereja, untuk proyek di masa depan. Puji Tuhan semuanya bisa berjalan. Lancar atau tidak...yah tidak apa-apa. Yang penting bisa berjalan.
 

Wednesday, September 10, 2014

Suatu Hari dalam Kehidupan Ibu Tatiani Sejati

Ibu Tatiana Sejati adalah figur yang dikenal di komunitas Indonesia di Ann Arbor. Nama Ibu Tatiana Sejati adalah identik dengan pertolongan karena ia baik hati, ringan tangan dan gemar menolong.

Ketika Ibu Maria sakit keras, hampir setiap hari Ibu Sejati mengirimkan makanan sehat homemade ke rumahnya. Tidak hanya sehat, masakan Ibu Tatiana Sejati juga sungguh lezat, walaupun tidak menggunakan MGS. Setelah seminggu, berkat bantuan doa, pengobatan dokter, dan menu makanan sehat, Puji Tuhan Ibu Maria sembuh dari sakitnya.

“Puji Tuhan sudah sehat yah!” kata Ibu Sejati ketika bertemu dengan Ibu Maria di supermarket.

“Amin!” jawab Ibu Maria. “Terimakasih atas bantuan Ibu Sejati, mengirimkan makanan waktu saya sakit,”

Ibu Sejati tersenyum mendengar perkataan Ibu Maria. Namun senyumnya tidak bertahan lama, karena kemudian matanya melotot melihat shopping cart Ibu Maria yang isinya beraneka ragam chips, cookies, soda, ice cream dan permen.
makanan semacam ini BERBAHAYA
Mana sayur? Mana buah?

“Ini untuk anak anak saya,” kata Ibu Maria dengan malu-malu. Ia sadar dengan raut wajah Ibu Sejati yang menunjukkan kekecewaan. “Sampai ketemu di gereja minggu depan yah,”

Dengan perasaan malu Ibu Maria menuju ke kasir, dan dengan perasaan sedih Ibu Sejati meneruskan acara belanjanya. Ia membeli buah, sayur, organic skim milk, organic plain fat free yogurt, kacang-kacangan, organic tofu dan tempeh. Dalam hati ia merasa percuma saja mengirimkan makanan sehat homade selama seminggu berturut-turut. Ibu Maria tidak mau bertobat dari gaya makannya yang sia-sia.

Sampai di rumah, Ibu Sejati dikagetkan oleh voice mail dari Ibu Una. Ibu Una minta dibantu menjemput anaknya dari day care. Ibu Una sedang ada meeting, suaminya sedang di luar kota. Namun anak mereka yang berusia 4 tahun tiba-tiba demam tinggi. Sambil menari napas panjang, Ibu Sejati berpikir sejenak. Bantu atau tidak yah? Sebetulnya ia ingin mendengarkan kotbah Pastor Joseph Sumirgo minggu lalu.Karena ia ditugaskan oleh Daniel Wagiman untuk mengajar sekolah minggu, ia tidak sempat mendengar kotbah. Namun kemudian ia ingat ayat Alkitab yang mengatakan jangan jemu-jemu untuk berbuat baik. Akhirnya ia bertekad untuk membantu Ibu Una.

“Thanks for helping me. I owe you one,” kata Ibu Una di telepon. 

Ibu Sejati sumringah mendengar ucapan Ibu Una. Namun ketika ia menjemput anak Ibu Una di day-care, sumringahnya berganti dengan perasaan prihatin. Ashley, anak Ibu Una yang cantik, terlihat pucat pasi. Suhu tubuhnya tinggi. Udara sudah mulai dingin pada bulan Oktober di Ann Arbor. Namun Ashley hanya memakai sweatshirt yang tipis. Kakinya hanya memakai running shoes tanpa kaus kaki. Tidak heran kalau dia demam. Aduh,ibu macam apa Ibu Una.Karir maju, anak terlantar.

Ibu Sejati memberikan segelas susu hangat (organic tentunya) dan sepiring oatmeal raisin cookies (homemade from scratch) kepada Ashley.

Ashley tidak suka cookies bikinan Ibu Sejati
padahal lebih sehat daripada oreo
“Thank you,” kata Ashley dengan sopan. Ia minum susu namun cookies-nya tidak disentuh.

“You are not hungry, sweetie? You don’t want cookies? ” Tanya Ibu Sejati

“I don’t like the raisins,” kata Ashley kecil. “Do you have Oreos?”

“Sorry, I don’t have junk food in my home,” jawab Ibu Sejati

Ashley nonton acara TV anak-anak. Ia lebih memilih Dora the Explorer ketimbang Veggietales. Sayang sekali Ibu Una tidak memperkenalkan Ashley dengan Christian entertainment. Ibu Sejati tambah prihatin. Dua jam kemudian Ibu Una menjemput Ashley. Ibu Una membelikan cappuccino dari McDonalds buat Ibu Sejati, serta Happy Meals buat Ashley.

“Lagi demam, kok makan goreng-gorengan,” komentar Ibu Sejati

“Dia lagi koleksi Barbie toys dari Happy Meals,” jawab Ibu Una. “Biasanya juga yag dimakan hanya apple slices dan yogurt-nya,”

Ibu Sejati menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Namun dalam hati, ia tambah prihatin. Ia bersyukur karena anak-anaknya tidak suka makan McDonald. Bagi anak-anak keluarga Sejati, Deli sandwich adalah fast food. 

“Bye bye!” said Ashley, sambal mengunyah nuggets.

Ketika Ashley dan Ibu Una pulang, tidak ada waktu lagi untuk dengar kotbah. Ia harus menyiapkan makan malam. Menu hari ini adalah beef teriyaki (organic free range beef of course) dan tumis sayuran. Menu snack adalah homemade chocolate pudding (takaran gula dikurangi oleh Ibu Sejati) with vanilla sauce. Buat suami dan anak-anak, Ibu Sejati selalu memberikan yang terbaik.
Ibu Sejati tidak pernah menggunakan bumbu instant


Kesibukan mengurus makan malam, membantu anak membuat homework, mengantar anak ikut kursus renang, menyita waktu Ibu Sejati sampai malam. Setelah anak –anak tidur dan rumah teratur kembali, Ibu Sejati menarik napas panjang. Ia akan punya waktu satu sampai dua jam untuk check email dan mendengar kotbah Pastor Joseph Sumirgo. Biasanya ia sering menemani Pak Sejati nonton DVD, tapi kali ini, ia memilih untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Pastor Joseph berkotbah tentang pentingnya saling melayani dalam community. Ah Ibu Sejati merasa tersanjung. Ia telah melakukan apa yang dikotbahkan. Walaupun dalam gereja , ia hanya melayani di sekolah minggu, namun dalam keseharian ia melayani teman-temannya. Inilah yang disebut pelayanan yang sejati, mencerminkan namanya, Ibu Tatiani Sejati.

Setelah selesai mendengar kotbah, ibu Sejati mulai check email-nya. Ada beberapa email dari teman-temannya. Ia membuka email dari Ibu Sylvia, teman yang berhasil ia jodohkan dengan Sigit, sahabat lama Pak Sejati. Ibu Sejati tersenyum mengingat ia menjadi tamu kehormatan saat pesta pernikahan Ibu Sylvia dan Pak Sigit, karena ia menjadi mak comblang yang sukses. Yah, inilah salah satu contoh dari pelayanan sejati.

Senyum kemudian berubah menjadi ekspresi heran dan ngeri karena email Ibu Sylvia menceritakan tentang keinginannya untuk bercerai. Nikah baru satu tahun sudah bercerai?

“Dad…coba tolong telepon teman kamu Sigit!” kata Ibu Sejati dengan nada panic

“Besok aja deh! Sudah malam!”

“Sekarang aja deh, masa aku dapat email katanya Sylvia mau cerai sama Sigit!”

Pak Sejati pun kaget mendengar perkataan istrinya. Namun ketika ia menelepon Sigit, teman akrabnya, ia malah jadi kesal karena ia dimaki-maki oleh Sigit.

“Bilang sama istrimu, saya nyesal kawin dengan Sylvia!” Sigit membentak Pak Sejati di telepon. Pak Sejati yang bijaksana, tidak mau meladeni orang yang sedang marah. Apalagi ia tahu kalau Sigit frustasi. Ia hanya menutup teleponnya.

“Bagaimana, Dad?”

“Sudah ah, pusing aku. Aku mau tidur aja,” kata Pak Sejati.

Kali ini panic menyerang Ibu Sejati. Ia menelepon Sylvia. Namun yang ditelepon tidak menjawab. Ibu Sejati mulai berdoa. Ia merasa masalah separah ini harus diserahkan kepada Tuhan. Setelah tenang, ia mulai membuka emailnya lagi. Kali ini adalah email dari Ibu Una.

Dear Tatiani. Bisa tolong jaga Ashley besok? Dia masih panas. Tapi aku harus kerja. Thanks.

Sambil cemberut, Ibu Sejati menjawab emailnya. Dear Una. Sorry tidak bisa. Sudah ada janji besok. Kebangetan si Una ini. Dikasih hati minta jantung.

Email berikutnya adalah dari Pak Rinto. Bulan kemaren dia dipecat dari pekerjaannya, dan Ibu Sejati memperkenalkannya dengan Ibu Martin yang sedang mencari pegawai di restaurannya. Dalam emailnya dia bilang dia tidak suka kerja di restaurant ibu Martin. Selanjutnya isi email itu menjelek-jelekkan ibu Martin. Dia mengakhiri emailnya dengan rencana untuk menuntut Ibu Martin ke pengadilan karena dia sempat sakit gara-gara restaurant ibu Martin kurang bersih.

Tak lama kemudian, masuklah text message dari Ibu Martin.

Tatiani Sejati, kalau mau rekomendasi orang buat restaurant saya hati-hati dong. Masa saya dikasih orang brengsek macam Rinto.

Ibu Sejati makin pusing setelah membaca text yang baru masuk. Walapun ia ingin tahu detail tentang Rinto, namun ia takut menghadapi ibu Martin yang terkenal tegas. Ia pun menutup halaman emailnya dan membuka halaman facebook. Lumayan lah baca-baca facebook, kan refreshing.

Ia meng-upload-foto dinner hari ini. Teriyaki beef dan tumis sayuran. Posting tentang makanan selalu mengundang komentar positif dari teman-teman facebooknya. Ia sering mendapat thumbs up karena foto makanan yang cantik. Betul. Beberapa menit setelah ia post foto makanan, beberapa teman langsung klik “thumbs up “.

Whoa! Yummy and healthy! komentar Ibu Penina Mulyadi di wall-nya. Ibu Sejati tersenyum lebar. Sayang Ibu Lana Sumirgo tidak ikutan facebook. Kalau ikut, pasti dia juga akan klik “ thumbs up “. Dia pernah memuji masakan Ibu Sejati waktu ada potluck gereja. Dia suka salad racikan Ibu Sejati.

salad Ibu Sejati yang disukai oleh Ibu Lana Sumirgo
THUMBS UP
Beberapa menit berlalu, ia melanjutkan melihat update dari teman-temannya di facebook. Ketika ia melihat facebook account Ibu Maria, ia tertegun. Ibu Maria posting selfie-nya yang sedang menikmati hidangan iga panggang. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat komentar Ibu Maria di wall-nya celebrating my recovery!

Are you kidding? Celebrating your recovery with barbecue ribs? You just recovered from gout, you idiot! Do you want to be sick again? Ibu Sejati menarik napas  panjang. Mungkin ia harus meminta Ibu Penina Mulyadi untuk melayani Ibu Maria secara langsung. Supaya Maria makan salad bukannya makan ribs yang berlemak.


Akhirnya, Ibu Sejati log off dari facebook. Dia mematikan laptop-nya. Lalu berdoa. Ia berdoa supaya Ibu Maria bertobat dari gluttony, satu dari seven deadly sins. Biar Roh Kudus yang menegur dia. Ibu Sejati juga minta Tuhan berikan keterbebanan kepada Ibu Penina Mulyadi untuk menegur Ibu Maria dengan penuh kasih. Supaya Tuhan mengubah pola pikir Ibu Una yang lebih mengutamakan karir daripada anak. Supaya pertengkaran Rinto dan Ibu Martin bisa diselesaikan. Amin.

Sunday, August 10, 2014

Tidak Puas

Ibu Risa yang tinggal di Michigan sering mengeluh. 
Hidup di Amerika itu sulit. 
Semua harus dilakukan sendiri. Tidak ada pembantu. 
Kulit tangan kasar karena terus menerus cuci piring. 
Rambut hanya ditata seadanya. Sulit mencari kapster yang cocok. 
Karena tektur rambut orang Kaukasia berbeda 
dengan tekstur rambut orang Asia. 
Bosan dengan makanan bule. Kangen dengan keluarga. 
Musim dinginnya keterlaluan. Ingin pulang ke Indonesia. 
Apalagi di Indonesia mulai terjadi perubahan . 
Dengan Jokowi sebagai presiden, dan Ahok sebagai gubernur, 
kelihatannya hidup bakal enak di sana.

khas Indonesia, yang dirindukan oleh Ibu Risa
Ibu Lily yang tinggal di Jakarta pun mengeluh. 
Hidup di Jakarta itu sulit. Pembantu susah diatur. 
Kulit berminyak karena kelembaban tinggi. 
Sering sakit batuk pilek karena udara jelek akibat polusi. 
Waktu habis di jalanan karena macet. 
Musim hujan takut banjir dan demam berdarah. 
Musim kering, kepanasan, sumpek. 
Kepengen main salju. Ingin pindah ke Kanada. 
Apalagi di Kanada biaya pengobatan gratis.
salju di midwest, yang didambakan oleh Ibu Lily,
namun tidak disukai oleh Ibu Risa
Ibu Sylvia yang pernah tinggal di Michigan 
namun sekarang bermukim di Shanghai, tidak mau kalah. 
Hidup di Shanghai itu susah. Kebersihan umum payah. 
Bahasanya susah dikuasai. 
Skandal penipuan makanan terjadi besar-besaran. 
Daging kucing dibilang daging kambing. 
Fast food memakai daging kadaluarsa. 
Mau berbakti repot, musti bawa passport. 
Liberalisme besar-besaran di sekolah internasional. 
Lebih baik balik ke Michigan. 
Kangen dengan hidup santai , 
tidak perlu kuatir jika makan fast food, 
dan udara yang bersih. 
megahnya Shanghai di waktu malam,
namun polusi udaranya tidak disukai oleh Ibu Sylvia
Jadi yang enak itu hidup di mana yah ? 
Di indonesia, di Kanada, di Amerika, atau di shanghai ? 

Mari kita lihat pendapat Rasul Paulus
Filipi 1:22-24,21 

(22) Tetapi jika aku harus hidup di dunia itu, berarti bagiku bekerja memberi buah.

Indonesia, Kanada, Amerika, juga Shanghai adalah bagian dari dunia. 
Dan Rasul Paulus mengatakan jika ia harus hidup 
di Toronto, Jakarta, Detroit, atau Shanghai 
yang merupakan bagian dari dunia , maka ia harus berbuah. 
Memberkati orang di sekitarnya dan memancarkan kemuliaan Tuhan.

Bagaimana caranya kita bekerja memberi buah ?
Yohanes 15 : 5
Akulah pohon anggur, dan kalian cabang-cabangnya. Orang yang tetap bersatu dengan Aku dan Aku dengan dia, akan berbuah banyak; sebab tanpa Aku, kalian tak dapat berbuat apa-apa.

Pohonnya ?
Tuhan Yesus...
Jadi gampang saja, tinggal menempel atau bersatu dengan Dia

Selamat hari minggu, teman-teman....

Foto oleh Lioen Moeljono dan Juliani Soegandhi