Thursday, October 2, 2014

Kisah Seram dari Restoran

Beberapa hari yang lalu, saya pergi ke restoran take out teman saya.
Restoran mungil ini, jika siang hari, hanya ditangani oleh teman saya
( yang melayani tamu ) dan suaminya ( yang memasak makanan).
Saya duduk di kursi, sementara teman saya yang lincah
mondar mandir terima telepon, ambil makanan ke dapur,
melayani tamu yang bayar.
Teman ini memang "high energy".
Dia mampu melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan .

Pada waktu senggang ketika tamu atau telepon tidak datang,
dia ngobrol dengan saya .
Begitu tamu datang, dia cabut lagi, begitu tamu cabut , dia ngobrol lagi .
Dia begini terus without losing her head.
Hebat teman saya yang satu ini.

Saya pun mengamati tamu-tamunya.
Ada yang berkulit hitam, ada yang putih.
Ada yang pekerja kantor atau pekerja kasar.
Tapi tidak ada yang orang Asia.
Seru juga neh, kata saya dalam hati.
Rame. Baguslah...banyak rejeki buat teman saya.

Kemudian datanglah seorang ibu dengan dua orang anak perempuannya.
" No school today ?" tanya teman saya kepada ibu itu
(karena waktu itu adalah jam sekolah )
" They are home schooled," jawab ibu itu
" Oh, what a great mom you are," puji teman saya

Dalam hati saya juga memuji ibu tersebut.
Homeschooling itu bikin kerjaan ekstra buat ibu rumah tangga
( No homeschooling for me, hehehehe ).
Setelah membayar dan mengambil pesanannya,
si ibu beserta dua orang anak perempuannya keluar dari resto teman saya.

Begitu tamunya pergi, teman saya langsung heboh.
"Hei , kamu lihat kan ibu itu..Dia kelihatannya manis kan ?"

Saya menganggukan kepala. Mulailah teman saya bercerita.

Si ibu itu dulu sempat sering ke resto teman saya.
Ia juga sering kelihatan di kompleks pertokoan
di mana resto teman saya berada.
Itu berlangsung selama kurang lebih setahun.
Namun , kemudian teman saya tidak pernah melihat ibu itu lagi.
Dan pada suatu malam, ketika teman saya sedang menonton televisi acara kriminal.. terpampanglah foto si ibu itu.

Ibu itu diseret ke pengadilan,
karena mencampur obat tetes mata suaminya dengan cairan pembersih. Akibatnya mata suaminya menjadi rusak.
Ketika suaminya pergi ke rumah sakit dan memeriksa matanya,
pihak rumah sakit langsung menelepon polisi.
Dan kemudian kisah mereka jadi rame.

Rupanya ibu itu mau balas dendam karena suaminya berselingkuh.

Saya pun teringat kisah kriminal yang saya baca minggu lalu, tentang seorang pacar gelap yang meracuni kekasihnya karena kekasihnya mau balik kepada istrinya. Akibat diracuni, sang lelaki jadi mengalami kerusakan ginjal.
Mereka berdua adalah dokter oncologist dari rumah sakit terkenal di Amerika.

Haduhhhhh....!

Saya jadi ingat teman yang lain. Ia cerai lalu menikah dengan suami kedua. Perceraiannya dengan suami pertama disebabkan karena eks-nya kecanduan berselingkuh. Saya telepon dia.

" Eh, elu apa nggak kepikiran mau kasih racun sama eks elu ?" tanya saya

" Nggak. Gue takut . Kalo gue sampe masuk penjara, kan anak anak jadi jatuh ke tangan dia. Tapi buat balas dendam , gue retail therapy, dan dugem," jawabnya.

Saya juga membahas masalah ini dengan teman yang lain.

" Kalau suami elu selingkuh, gimana ? Elu mau racunin dia nggak ?"

" Kalo gue , gue potong barangnya ," jawab teman saya yang lain.

Haduhhhhh....! 

Saya terbelalak, karena teman saya yang ini orangnya sangat manis,
tapi ternyata dia bisa sadis .
Buat saya sendiri, saya nggak akan berani potong..
tapi racun adalah pilihan yang menarik untuk balas dendam
( I am an Agatha Christie's fan after all ).

Saya berdoa supaya saya dan suami dijauhkan dari masalah pelik semacam ini.
Tapi dalam pernikahan, doa saja tidak cukup. Ada perjuangan batin dan fisik untuk menjaga kesetiaan. Misalnya, tidak bergenit-genit dengan lawan jenis . Istilah Inggrisnya "no flirting" . Tidak membuka celah. Setelah menikah, tidak etis untuk berduaan dengan lawan jenis. Kalau memang harus bertemu dengan lelaki lain, kan bisa bawa teman atau keluarga ( bertiga lebih baik daripada berduaan).

Banyak orang yang terjebak, karena ingin pengalaman yang meledak-ledak.
Ini memang masalah yang agak pelik dan sensitif.
Biasanya kalau sudah menikah agak lama, ledakannya kurang.
Namun saya meyakini, selalu ada pertolongan yang sah
( dari berbagai pihak , termasuk pihak Yang Mahakuasa )
Bisa pergi ke dokter, bisa konsultasi ke psikolog atau makan obat.
Atau berdoa saja kepada yang Kuasa.
Saya pikirYang Kuasa mampu memberikan ledakan baru
demi keutuhan keluarga.
Asal kita beriman dan mau menjaga hati nurani yang bersih.

Kalau memang sudah tidak tahan,
mungkin lebih baik bungee jumping di Bali.
Pakai saja semua tabungan untuk mendapatkan pengalaman yang meledak.
Lebih baik duit habis daripada rumah tangga berantakan.
Karena pada akhirnya, jika memang malapetaka ini terjadi,
siapa yang jadi korban...?

Anak-anak.

Anak-anak yang manis dan polos, yang dititipkan kepada orang tua.

Kalau sudah soal anak.. yah...
lebih baik batu kilangan ditaruh di leher ,
lalu lari ke kali Ciliwung
daripada membuat hidup anak sendiri menjadi rusak.










2 comments: