Entah kenapa akhir akhir ini saya bertemu dengan teman teman penulis di dunia virtual. Salah satunya adalah Cindy Kristanto. Cindy ini, teman lama di Chicago. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu,hampir tiap minggu kami dan beberapa ibu rumah tangga lainnya ketemu untuk main bareng dan berdoa. Saya sering ngobrol tentang buku-buku favorit kami waktu kami kecil dulu. Kami sama-sama gemar buku karya Enid Blyton dan Astrid Lindgren.
Cindy sudah terlebih dahulu aktif menulis blog. Dua tahun belakangan ini dia aktif menerjemahkan novel fiksi. Jika teman-teman membaca buku terbitan Gramedia, dan buku tersebut adalah buku terjemahan, mungkin saja anda menemukan nama Cindy sebagai pengalih- bahasanya.
Seorang sahabat di Michigan memperkenalkan saya dengan keponakannya, Lewi Satriani. Lewi ini penulis komik horror di Indonesia. Anda bisa membaca karyanya di DBKomik.com serial Jerit Malam.
Saya jadi sering chatting dengan Cindy dan Lewi . Dengan Cindy, tentunya saya banyak kesamaan. Jadi kami sering chatting urusan anak, dapur, suami dan rumah tangga. Ketika saya berkesempatan untuk menerjemahkan sebuah buku, kami jadi sering chatting soal arti kata. Kadang kami saling menyemangati satu sama lain. Beberapa kali kami sempat berangan-angan untuk duduk berdua di cafe atau perpustakaan dengan membawa laptop dan kopi, lalu sama-sama sibuk menulis sendiri-sendiri. Betapa indahnya kerja sendiri tapi bersama, dan menjadi cheerleader jika yang satu sedang suntuk.
Beberapa kali chatting dengan Lewi , saya sedikit ngiri, karena Lewi menjalankan hidup yang sempat saya impikan sewaktu single dulu. Asyik sekali bisa menulis komik secara rutin. Senang sekali rasanya bisa melihat ide sendiri dijelmakan menjadi gambar dan digabung dengan text. Enak banget ikutan acara talk show, di mana pembaca penasaran bertemu dengan pengarang.
Karena Lewi adalah penulis horror, kami membahas karya karya Stephen King. Beberapa tahun yang lalu saya sempat gandrung dengan Stephen King. The Green Mile dan Shawshank Redemption menurut saya adalah film klasik yang patut ditonton berulang kali. Namun saya lebih menyukai karya Stephen King yang tidak terlalu menyeramkan seperti Stand By Me atau The Girl who Loved Tom Gordon. Sedangkan "On Writing " memoir-nya Stephen King, menurut saya adalah buku wajib untuk orang-orang yang belajar menulis.
Buat saya sendiri, menulis adalah suatu hobi yang dimulai sejak kecil. Ketika SD dulu, saya sering menggambar dan ngoceh ngalor ngidul sendirian. Saya juga gemar membuat tulisan lalu menempelkan sticker yang gambarnya kira-kira cocok dengan tulisan saya. Dan sampai sekarang, saya happy kalau melihat sticker. Beberapa kali saya sembunyikan sticker-sticker milik Sophie.( For future use )
Ketika remaja di gereja, saya berjumpa dengan Cacuk Wibisono, orang yang menjadi mentor saya dalam penulisan dan kreatifitas. Saya tidak belajar tentang teknis dari dia. Dia menjadi pendengar yang baik, pendorong dan pembuka jalan buat saya.
Masa SMA adalah masa yang lumayan produktif dalam berlatih menulis, karena saya menjadi seksi tabloid dan majalah dinding. Saya latihan menulis cerpen, puisi, renungan, humor dalam masa-masa ini. Glory Wadrianto, teman seksi majalah dinding, sekarang ini menjadi wartawan di Kompas online.
Selain itu, saya juga ikutan drama di gereja, di mana saya ditantang untuk memahami karakter orang lain lewat akting. Saya juga belajar menulis naskah dan menyutradarai, semuanya otodidak dan disemangati oleh mentor saya, Cacuk.
Kehidupan kreatif saya agak vakum ketika kuliah. Saya sibuk dengan belajar dan main di kampus. Namun menjelang akhir perkuliahan, saya sadar bahwa saya tidak akan bisa bergerak bebas dalam bahasa yang saya pelajari, yaitu bahasa Cina. Bahasa Cina dalah bahasa yang sangat efektif dan efisien, serta indah dan sarat makna. Namun...sangat sulit. Jadilah saya bertekad akan terjun ke bidang kreatif yang menggunakan bahasa Indonesia. Saya pun kepingin menjadi copywriter alias tukang bikin iklan. Alasan lain ialah, saya kepengen kerja di mana saya bisa berpakaian casual tanpa menggunakan sepatu hak tinggi.
Saya ambil beberapa mata kuliah tentang periklanan di kampus tetangga (FISIP). Saya pun kenalan dengan teman teman baru di FISIP. Beberapa tahu kemudian, seorang teman yang saya dapat di FISIP, Jeffry, memperkenalkan saya kepada teman SMA-nya Eddy. Akhirnya malah saya dan Eddy nikah.
Balik kepada penulisan...saya bertekad menjadi copywriter, tapi pintu tidak terbuka ke dunia iklan sama sekali. Setelah lulus, saya sempat mengajar ekskul mandarin di SD dan SMP Karunia. Namun setelah enam bulan, saya berhenti karena saya dapat panggilan untuk kerja sebagai scriptwriter di Asiana Wang Animation.
Asiana Wang Animation atau AWA, adalah perusahaan animasi Indonesia yang bekerja sama dengan Wang Animation dari Taiwan. Waktu itu tempatnya di Desa Cibatu, Cikarang. Tempatnya sangat terpencil. Di sekitarnya banyak sawah. Sore-sore , sekitar jam 5, kawanan sapi akan lewat. Saya direkrut karena AWA ingin membuat film animasi Indonesia.
Animasi adalah proyek yang sangat mahal. Jarang sekali pihak yang mau menanam modal untuk membuat film animasi. Sebagai penulis yang masih hijau, saya pun kurang paham dengan tuntutan yang diberikan di pundak saya. Namun saya ketemu, seorang teman yang kemudian menjadi mentor dalam sikap profesional kreatifitas. Teman ini sekarang menjadi figur yang beken di Indonesia, yaitu Bambang Gunawan, alias Mas Be, atau Bambi , pangilan akrabnya.
Sangat menyenangkan bekerja sama dengan Bambi. Dia selalu ceria , gemar menolong serta profesional. Saya belajar dari Bambi bahwa deadline itu penting. Jangan sampai lewat dari deadline, begitu pesan Bambi. Bambi juga sangat pandai untuk memimpin dan berkolaborasi dalam satu tim. Dengan kehadiran Bambi, suasana kreatif akan terbina . Waktu itu, Bambi juga menjadi teman berbincang tentang musical show. Akhir tahun 90-an itu, musical show belum terlalu muncul di Indonesia, tapi Bambi sudah tahu banyak. Dan siapa lagi teman nonton video atau nyanyi bareng lagu-lagi Andrew Llyoid Webber , kalau bukan Bambi. Kami dan beberapa teman lain, nonton musikal pertama di Indonesia, Opera Anoman. Sayangnya waktu itu belom live show, masih pakai recording. Mungkin di masa depan, Indonesia bisa memproduksi live drama musical.
Saya hanya bertahan di AWA selama 9 bulan. Lalu saya pindah ke rumah produksi Cahaya Bagi Negeri . Cacuk lah yang memperkenalkan saya kepada pihak manajemen. Di sini saya pertamanya direkrut untuk membuat program children show. Namun kemudian tidak berlanjut, dan saya dipindahkan ke program SOLUSI, program testimony tentang perubahan kehidupan. Saya belajar membuat segmen selama 7 menit. Saya juga berlajar trick untuk me-riset, mewawancara, lalu menyusun kembali wawancara yang tadinya panjang ( sekitar 45 menit ) menjadi 7 menit. Tidak lupa menambahi pengadeganan. Biasanya SOLUSI tayang jaman dulu di SCTV saat tengah malam. Saya kerja di SOLUSI selama 2 tahun. Saya berhenti, menikah, lalu diboyong suami ke USA.
Sempat saya mengalami culture shock dan krisis identitas di USA. Namun berkat pertolongan Tuhan, saya dipulihkan. Selama 4 tahun saya tidak menulis, lalu setelah di Michigan, mulai pelan-pelan saya kembali menulis. Saya diminta untuk membuat naskah drama natal di gereja Indonesia.
Dan akhirnya...saya mulai blogging.. Blogging itu enak, karena saya jadi bos sendiri. Cerita seenak-enak saya, tidak ada deadline, tidak ada tema. Tentu tidak dapat gaji, tapi sebagai ibu rumah tangga saya tidak berkewajiban mencari uang. Kewajiban saya sekarang memelihara anak dan merawat rumah. Dan kembali saya ingat pesan Bambi..untuk tetap profesional dan tidak lewat deadline. Deadline saya sekarang ini ialah... seterikaan baju suami sudah harus beres, makan malam harus sudah siap, anak musti diantar kursus . Dan di-tengah-tengah deadline rumah tangga, saya menyempatkan waktu untuk berpikir dan menulis untuk blog, untuk tabloid gereja, untuk proyek di masa depan. Puji Tuhan semuanya bisa berjalan. Lancar atau tidak...yah tidak apa-apa. Yang penting bisa berjalan.
No comments:
Post a Comment