Thursday, March 1, 2018

Dua Oma


Yang kiri adalah Oma Mendas, yang kanan adalah Oma Tunggul atau Oma yang tinggal di Jalan Bukit Tunggul. 

Oma Mendas yang nama Indonesianya ialah Maryam, orangnya ramah. Dia sangat trampil dalam urusan kepandaian putri. Masakannya enak, jahitan dan bordirannya bagus. Yang dipikirkan ialah kepentingan keluarga dan anak-anak. Untuk membantu keuangan keluarga, Oma menerima order bordir, begitu kata mama. Ia juga bikin bihun goreng yang dititipkan ke warung atau dijualkan oleh Oom Hendra, anaknya yang bungsu. Gaji suaminya, sebagai seorang penerjemah di kantor berita Antara tidak terlalu besar, namun entah gimana, Oma selalu bisa menyisihkan uang yang kemudian dibelikan perhiasan emas. Biasanya ketika anaknya lulus sekolah dan hendak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, Oma akan menjual perhiasan emasnya.

saya dengan Oma Mendas, ulang tahun ke-1
Saya diasuh dengan Oma Mendas ketika kecil dan banyak menghabiskan waktu di rumahnya yang waktu itu juga ditinggali oleh adik-adik mama saya, Oom Hendrik, Tante Inge yang saya panggil Iih, dan Oom Hendra. Oma selalu mengenakan kebaya encim dan kain, dengan rambut yang disanggul cepol. Malam-malam sehabis makan, Oma biasanya menghisap sebatang rokok untuk menghilangkan rasa asam di mulut, demikian katanya. Oma Mendas meninggal waktu saya kelas 2 SD.

Karena saya cucu pertama, Oma memanjakan saya. Saya tidak pernah diomelin. Namun suatu kali Oma Mendas pernah marah sekali dengan saya. Kejadiannya masih saya ingat secara samar-samar. Saya punya t-shirt favorit gambar beruang yang lagi pegang balon. Saya minta pembantu membawakan t-shirt itu dari rumah di Jalan Bukit Tunggul ke rumah Oma Mendas. Namun ternyata pembantunya membawakan t-shirt yang lain. Saya kesal dan memaki-maki pembantu. Oma Mendas menyaksikan kejadian itu. Dia marah kepada saya dan tidak mau cucunya jahat kepada pembantu. Kejadian ini berakibat cukup besar buat saya yang masih TK, karena Oma minta mama membawa masalah ini kepada kepala sekolah TK. 

Jadilah suatu hari Ibu Liana memanggil saya masuk ke kantornya. Saya tidak dimarahi, namun saya dipeluk dan dinasehati sampai saya berurai air mata. 

Tidak lama setelah Oma Mendas meninggal, ada bekas pembantu yang mendatangi rumah Mendas. Dia menangis setelah tahu Oma sudah tiada. Memperlakukan pembantu dengan baik, itulah warisan yang ditinggalkan Oma Mendas buat saya. 


Oma dari pihak papa, saya panggil Oma Tunggul karena tinggalnya di Jalan Bukit Tunggul. Nama aslinya ialah Eli Sudja. Dari kecil, keluarga saya tinggal dengan Oma Tunggul di jalan Bukit Tunggul. Namun karena waktu itu suasana di rumah sangat sibuk karena ada usaha roti, jadinya saya sering dititipkan di rumah Oma Mendas. Oma Tunggul ini cantik dan modis. Dia selalu rapih dan sangat menekankan postur tubuh yang tegak, hidup yang teratur dan pola makan yang baik. Ini sepertinya pengaruh dari disiplin di sekolah Belanda. Oma Tunggul sangat hobi bercocok tanam dan favoritnya ialah anggrek. Saya ingat kebun depan dan samping penuh dengan tanaman anggrek, yang secara berkala disirami vitamin dengan Oma. Oma Tunggul umurnya panjang dan ia meninggal pada usia 85. Ia sempat ketemu dengan Dani, anak saya.

Saya ingat Oma Tunggul senang makan nasi merah, sayur buncis dan kacang merah. Buah-buahan dan vitamin juga selalu disantapnya. Oma tidak mau makan berlebih-lebihan dan kekenyangan. Menjaga kesehatan dan hidup teratur, itulah yang diwariskan Oma ini buat saya. 



No comments:

Post a Comment