Tuesday, May 21, 2019
Mangga, Air Botolan dan Pertolongan
Kemaren saya mampir sebentar di Aldi, supermarket yang kalau mau ambil cart harus pakai koin 25 cent. Kebetulan saya sedang tidak punya koin itu. Jadi saya hanya membeli air botolan dan beberapa mangga yang saya taruh di dalam kardusnya. Lalu kardus mangga saya letakkan di atas kardus air botolan.
Lalu saya ngantri di depan kasir.
Wah ada tiga orang di depan saya, keluh saya dalam hati. Tapi tidak apa-apa, angkat barang ini bisa melatih otot lengan supaya kencang. Namun pikiran saya itu dipotong oleh sapaan seorang ibu di depan saya.
"Do you want to put your stuff in my cart ? I still have space, " katanya sambil tersenyum ramah.
Saya agak kaget, namun saya punya prinsip, kalau mau diberi bantuan atau kebaikan, ya terima saja.
"Thank you so much. Very kind of you," jawab saya
Ibu itu pun membantu saya memasukkan kotak air botolan dan mangga ke dalam keretanya. Bukan hanya itu saya, walaupun dia ada di belakang saya, dia mempersilahkan saya untuk duluan. Wah, sudah dipinjamkan tempat di cart, disuruh duluan lagi. Puji Tuhan. Baik sekali ibu ini.
Ketika saya selesai membayar, saya masih mengucapkan terima kasih kepada ibu itu. Senang sekali karena ada yang memberi bantuan.
Pernah saya membaca berita di mana ada pihak yang menolak memberikan bantuan karena pihak yang minta bantuan itu berbeda agamanya. Padahal profesi yang harusnya memberi bantuan itu, sudah disumpah untuk membantu siapa saja yang memerlukan keahlian profesinya. Tadinya saya sempat ragu, haruskah saya menulis pengalaman saya kemaren itu, karena sepertinya hal ini adalah sesuatu yang sangat biasa.
Namun saya memutuskan untuk menuliskannya dan berbagi dengan pembaca sekalian. Karena saling membantu, dalam hal yang remeh sekalipun, adalah sesuatu yang baik dan positif. Dan di tengah tengah membengkaknya berita negatif di sosial media, sesuatu yang postif patut disajikan.
Ucapan terima kasih saya dari hati yang terdalam, untuk ibu baik berjilbab yang membantu saya di supermarket Aldi. Thanks.
Tuesday, May 7, 2019
Mirip Mama
Makin hari saya makin mirip mama saya.
Bukan
dalam penampilan tentunya,
karena mama saya ayu wajahnya dan
ramping
semampai badannya.
Namun yang saya
bilang mirip adalah soal kegiatan.
Kegiatan-kegiatan yang mama pernah lakukan ,
eh ternyata saya lakukan juga .
Mungkin ini yang dibilang warisan,
dan saya
menerima warisan warisan yang baik dari mama.
Mama saya adalah wanita karier.
Ia bekerja sebagai guru,
kepala sekolah,
dan sekarang ini sebagai trainer untuk para guru.
Saya bukan
wanita karier namun saya menjadi guru sekolah minggu. Jalurnya masih sama
dengan mama.
Tahun delapan puluhan, ketika saya masih kecil,
mama saya
ikut paduan suara Komisi Wanita GKI Halimun,
yang waktu itu dipimpin oleh Tante
Gan dan
latihannya diadakan di rumah beliau juga.
Saya sering ikut mama saat
latihan.
Entah apa yang saya lakukan di sana,
mungkin malah menggangu ibu-ibu
yang sedang latihan koor.
Namun saya
ingat Oom Gan, suaminya Tante Gan,
pernah bertanya apa cita-cita saya.
Saya
jawab mau menjadi sarjana.
Puji Tuhan cita cita seorang anak kecil itu
kesampaian,
saya diwisuda tahun 1997.
Oh satu hal lagi yang saya ingat adalah,
pernah makan tekwan
di rumahnya Tante Gan,
yang disuguhkan untuk seluruh anggota koor KW.
Yummy
yummy.
Seperti mama yang pernah ikutan koor,
sudah setahun
belakangan ini saya ikutan koor di gereja kami.
Koor ini adalah koor gabungan
dengan bapa-bapa,
mahasiswa dan pelajar. Puji Tuhan karena teman kami yang
bernama Lydia Yosephine, ngotot ingin bikin koor.
Mungkin dia tergerak oleh
bimbingan Roh Kudus.
Anggota koor gereja kami masih sedikit,
tapi semuanya
bersemangat untuk memuji Tuhan.
Buat pembaca yang tergerak
ingin nyanyi,
hayo silahkan bergabung dengan koor ICC Michigan.
Dulu mama pernah membantu potong roti tawar untuk
perjamuan kudus di GKI Halimun, dan seperti mama, saya pun ikutan bantu
menyiapkan perjamuan. Namun karena gereja saya sekarang memakai hosti dan jus
anggur, tidak serepot yang dilakukan mama dulu.Ternyata setelah dipikir pikir, aku makin hari makin mirip
dengan mama, heheheheh.
Saya selalu terkagum kagum dengan creative power yang
dikaruniakan kepada setiap mama. Kehamilan, melahirkan, dan membesarkan adalah
kerjasama seorang mama dengan Sang Pencipta. Tetapi entah kenapa, dalam pikiran
saya yang terbatas ini, ada stigma yang dikaitkan kepada status seorang ibu,
apalagi ibu rumah tangga atau stay at home mom.
Perlu saya tegaskan, komentar
saya ini bukan mengacu kepada pikiran atau public opinion, hanya mengacu kepada
pikiran saya sendiri…yang mungkin memang agak terkungkung dan terbatas.
Saya harus memperbaharui pikiran saya,
karena saya sadar
bahwa stigma itu terjadi
karena saya takut gara gara sering mendengar gossip
bahwa
ibu ibu itu suka bersaing, pamer, gossip, membangga-banggakan anak dan
suaminya.
Pokoknya hati-hatilah kalau main dengan ibu-ibu atau
wanita atau
perempuan perempuan pada umumnya.
Sebetulnya rasa takut itu lebih banyak sugesti daripada
kenyataan,
karena ibu-ibu atau wanita wanita
yang saya kenal,
kebanyakan asyik asyik aja orangnya.
Ketakutan ini datangnya bukan dari Tuhan,
karena Tuhan tidak
memberikan roh ketakutan
melainkan roh yang mendatangkan kekuatan, kasih dan
ketertiban.
Seorang teman di sini, yaitu Sandra Nursilo,
tergerak
hatinya untuk melayani para wanita dan ibu-ibu.
Puji Tuhan karena dia memiliki
mindset yang penuh kasih kepada para ibu ( bukan mindset yang penuh ketakutan
seperti yang pernah saya miliki ). Maka berdasarkan prakarsanya, gereja kami di
Michigan akan mengadakan
women’s conference yang bertema : Victorius Women.
Pembicaranya adalah Ibu Hana Sudirgo,
an experienced mother, grandma and a
seasoned speaker
who teaches about the grace of God.
Based on the finished work
of Jesus Christ,
we will be equipped to win struggles in our life and
come out
as victorious women.
Saya beriman bahwa mama saya bangga kepada saya,
karena saya
mirip dia dan saya mengikuti jalan yang telah ia tempuh dalam melayani di
gereja.
Saya mengambil warisan-warisan mulia
yang telah ia bangun buat saya.
Buat teman teman pembaca semua,
jangan berkecil hati jika
mama kalian tidak sempat
meninggalkan warisan yang mulia.
Tiap manusia memiliki pergumulannya masing-masing.
Saya yakin, dalam segala keterbatasannya,
setiap mama
ingin anaknya doing well and enjoying their life.
Tetap bersyukur karena mama
kita, dalam segala kelemahannya,
tetap memberikan kita hadiah yang terindah,
yaitu kehidupan.
Dan tetap bersemangat karena Tuhan Yesus
telah menyediakan segala
yang kita butuhkan buat kita.
His work is finished dan kita bisa belajar untuk
jalan dengan Dia,
dan memenangkan segala pergumulan hidup kita.
Ingin tahu
lebih lanjut tentang bagaimana memenangkan pergumulan hidup,
silahkan ikut
women’s conference :
Victorius Women, May 18, 10-4, Troy Community Center.
Pendaftaran dengan Sandra, Tirsa atau
Lydia.
(photo : Mama, Daniel, Papa 2005 )
Subscribe to:
Posts (Atom)